Lanjut ke konten

Ini Perbandingan Jumlah Kendaraan dan Jalan Jakarta

24 Agustus 2015

busway mampang diserbu motor

KOTA Jakarta tak pernah berhenti berbenah. Pembangunan fisik terus bergulir disana-sini. Gedung jangkung berlomba-lomba mencakar langit. Di jalan raya, aneka kendaraan bermotor hadir setiap hari. Mulai dari yang harganya belasan juta, ratusan juta, hingga miliaran rupiah. Mereka berdesakan di jalan yang segitu-gitu saja.

Ya. Panjang jalan Jakarta bergerak aman lamban, yakni rata-rata 0,01% per tahun. Sedangkan jumlah kendaraan bermotor berlari lebih cepat, yakni berkisar 10-15% per tahun. Setidaknya saat ini ada 12 juta kendaraan bermotor di kota yang berpenduduk 9,5 juta jiwa ini. Mayoritas dari kendaraan tersebut didominasi oleh sepeda motor.

Sementara itu, kalau merujuk data Ditlantas Polda Metro Jaya yang menaungi Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek), jumlah kendaraan bertambah 5.500-6.000 unit per hari. Dari jumlah tersebut, sepeda motor mencapai 4.000-4.500 per hari. Bayangkan, per hari.

Hingga akhir 2014, jumlah kendaraan di wilayah ini mencapai sekitar 17,5 juta unit. Dari total kendaraan bermotor, sepeda motor menyumbang sekitar 75% atau setara dengan sekitar 13 juta unit. Selamat datang di kota sepeda motor.

Mau tahu jumlah panjang jalan di Jakarta? Hingga 2014, rasio jalan di Jakarta dibandingkan dengan total luas daratan Jakarta baru sekitar 7%. Masih jauh dari ideal yang semestinya 12% dari total luas kota.

Saat ini, jumlah panjang jalan Jakarta sekitar 6,86 juta kilometer (km) atau setara dengan sekitar 42 juta meter persegi (m2), sedangkan luas daratan Jakarta sekitar 661 kilometer persegi (km2). Oh ya, dari total panjang jalan sekitar 2% adalah jalan tol atau setara dengan 123 km.

Nah, kebayangkan? Bagaimana sesaknya jalan-jalan di Jakarta. Apalagi pada jam-jam sibuk seperti pagi dan sore hari. Aneka kendaraan pribadi tumpah ruah.

Sebagai ilustrasi, pada 2002 penggunaan kendaraan pribadi baru 33% dari total pergerakan di Jakarta. Tapi, pada 2010 angkanya sudah menyentuh 50%. Hal itu berbanding terbalik dengan penggunaan angkutan umum, yakni dari semula 42% menjadi tinggal 20%.

Tunggu dulu, pada 2002, penggunaan sepeda motor sebagai alat transportasi komposisinya baru sekitar 28% dengan penggunaan bus sekitar 50%. Namun, kondisi menjadi terbalik pada 2010, yakni penggunaan sepeda motor sekitar 63% dan penggunaan bus sekitar 17%. Oh ya, data itu saya cukil dari survey JUTPI.

Tak heran jika pada jam-jam sibuk sepeda motor meluber hingga ke trotoar dan jalur yang bukan semestinya seperti masuk ke busway. Kemacetan pun terjadi di setiap sudut jalan kota.
mrt underground 1

Nah, bagi pakar perencanaan infrastruktur dan transportasi, Bambang Susantono, penambahan jalan ternyata tidak menyelesaikan kemacetan di Jakarta. Dalam bukunya yang berjudul ‘Revolusi Transportasi’ dia mengatakan, menambah jalan baru justru menambah ruang untuk kendaraan pribadi sehingga makin macet. Penambahan jalan hanya mengurai kemacetan sementara, dan kemudian justru memancing masyarakat melakukan lebih banyak perjalanan. Oh ya, saat ini setidaknya ada sekitar 53 juta perjalanan per hari di Jakarta dan sekitarnya.

Singkat cerita, penyediaan angkutan umum massal-lah yang bisa menjadi solusi. Pengintegrasian angkutan umum yang ada saat ini menjadi salah satu kunci, termasuk membangun mass rapid transit alias MRT.

Ngomong-ngomong, di tengah itu semua, Jakarta juga punya catatan kelam di jalan raya. Bagaimana tidak, setiap hari ada 20-an kasus kecelakaan lalu lintas jalan. Buntut dari kecelakaan itu setiap hari ada dua hingga tiga orang tewas akibat kecelakaan. (edo rusyanto)

2 Komentar leave one →
  1. 24 Agustus 2015 09:28

    Reblogged this on Suetoclub's Blog.

Trackbacks

  1. Dari Didi Kempot hingga Angkot | Mojok

Tinggalkan komentar