Mencuat Isyarat Pengendalian Kepemilikan Kendaraan di Jabodetabek
KAWASAN Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dikenal sebagai pusat pergerakan ekonomi di Pulau Jawa. Bahkan, menjadi sentral perputaran bisnis di Indonesia.
Triliunan rupiah berputar setiap hari di kawasan tersebut. Tak heran jika pergerakan warganya pun cukup tinggi. Tak kurang dari 50 juta pergerakan orang setiap hari.
Mayoritas pergerakan orang di kawasan berpenduduk tak kurang dari 25 juta jiwa ini didominasi oleh kendaraan bermotor pribadi, baik kendaraan roda dua, maupun roda empat. Sepeda motor menjadi kendaraan yang paling banyak dipakai warga Jabodetabek untuk memenuhi kebutuhan bermobilitas sehari-hari.
Hal itu dimungkinkan mengingat populasi sepeda motor mencapai sekitar 21 juta unit atau setara dengan sekitar 78% dari total populasi kendaraan bermotor di Jabodetabek yang mencapai sekitar 27,6 juta unit. Sementara itu, jumlah mobil pribadi tercatat sekitar 5,2 juta unit atau setara dengan 19% dari total kendaraan bermotor.
Data kendaraan bermotor tersebut baru untuk tahun 2015 (Bogor, Depok, Bekasi Kabupaten, dan Bekasi Kota) serta tahun 2016 (Jakarta, Tangerang Kabupaten, Tangerang Kota, dan Tangerang Selatan). Tentu jumlahnya akan lebih besar jika memakai data tahun 2018.
Tingginya jumlah kendaraan bermotor boleh jadi karena daya beli masyarakat Jabodetabek memang cukup mumpuni. Bisa jadi juga ditopang oleh kemudahan dalam membeli dengan skema mencicil lewat multifinance, khususnya untuk sepeda motor.
Begitu banyaknya kendaraan bermotor di Jabodetabek dapat dilihat juga dari kemacetan lalu lintas jalan yang terjadi terutama pada jam-jam sibuk seperti saat pagi dan sore hari. Walau, di jalan-jalan tertentu kemacetan yang muncul nyaris tidak mengenal jam sibuk lagi. Hampir setiap saat terjadi kemacetan.
Kemacetan yang menggila tentu saja berbuntut pada banyak hal. Sebut saja misalnya tingkat polusi dan pemborosan penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Belum lagi berdampak pada tingkat stress warga kota serta dampak kesehatan lainnya, seperti kecelakaan lalu lintas jalan.
Sontak pemerintah melontarkan sejumlah jurus untuk menata transportasi kota. Kini, sudah ada Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) yang sibuk merancang dan merealisasikan rancangan untuk menata transportasi agar lebih aman, nyaman, selamat, terjangkau, terintegrasi, dan ramah lingkungan. Tentu saja BPTJ juga bekerjasama dengan pemerintah pusat, khususnya dengan kementerian perhubungan (kemenhub).
Penataan Transportasi Jabodetabek
Peran pemerintah pusat cukup kuat untuk menata transportasi dan mengurai kemacetan di Jabodetabek. Maklum, kawasan ini masuk dalam wilayah tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Karena itu, pada 20 Juli 2018, pemerintah menelorkan Peraturan Presiden (Perpres) No 55 tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek Tahun 2018 -2029 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Visi penyelenggaraan dan pengelolaan transportasi Jabodetabek dalam Perpres itu adalah mewujudkan pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian transportasi Jabodetabek dalam rangka integrasi pelayanan transportasi yang tertib, lancar, efektif, efisien, aman, selamat, nyaman, dan terjangkau oleh masyarakat tanpa dibatasi oleh wilayah administratif. Sedangkan misi penyelenggaraan dan pengelotraan transportasi Jabodetabek mencakup 1. Memadukan pembangunan dan pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi dan jaringan pelayanan transportasi baik intra
moda maupun antar moda. 2. Memadukan pembangunan dan pengembangan transportasi perkotaan antar wilayah Jabodetabek dalam sahr kesahran wilayah perkotaan. 3. Mengintegrasikan pengoperasian transportasi perkotaan, dan 4. Mengintegrasikan riencana pembiayaan transportasi perkotaan.
Sementara itu, sasaran dalam mewujudkan visi dan misi yang menjadi landasan kerja bersama entara pemerintah pusat, pemerinteh provinsi, dan pemerintah kota/kabupaten dalam penyelenggaraan transportasi di kawasan Jabodetabek mencakup; pertama, pergerakan orang dengan menggunakan angkutan umum perkotaan harus mencapai 60% dari total pergerakan orang. Kedua, waktu perjalanan orang rata-rata di dalam kendaraan angkutan umum perkotaan adalah satu jam tiga puluh menit pada jam puncak dari tempat asal ke tujuan. Ketiga, kecepatan rata-rata kendaraan angkutan umum perkotaan pada jam puncak di seluruh jaringan jalan minimal 30 kilometer/jam. Keempat, cakupan pelayanan angkutan umum perkotaan mencapai 80% dari panjang jalan. Kelima, akes jalan kaki ke angkutan umum maksimal 500 meter.
Lalu, keenam, setiap daerah harus mempunyai jaringan layanan lokal/jaringan pengumpan (feeder) yang diintegrasikan dengan jaringan utama (trunk), melalui satu simpul transportasi perkotaan. Ketujuh, simpul transportasi perkotaan harus memiliki fasilitas pejalan kaki dan fasilitas parkir pindah moda (park and ride), dengan jarak perpindahan antar moda tidok lebih dari 500 m (lima ratus meter); 8. Perpindahan moda dalam satu kali perjalanan maksimal tiga kali.
Sementara itu, cakupan rencana induk ini meliputi sembilan pilar kebijakan pembangunan transportasi di Jabodetabek yang meliputi; pertama, peningkatan keselamatan dan keamanan transportasi perkotaan. Kedua, pengembangan jaringan prasarana transportasi perkotaan. Ketiga, pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis jalan. Keempat, pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis rel. Kelima, pengembangan transportasi terintegrasi.
Keenam, peningkatan kinerja lalu lintas. Ketujuh, pengembangan sistem pendanaan transportasi perkotaan. Kedelapan, pengembangan keterpaduan transportasi perkotaan dan tata ruang. Dan, kesembilan, pengembangan transportasi perkotaan yang ramah lingkungan.
Pengendalian Kepemilikan
Nah, khusus untuk pilar kesembilan, dilaksanakan dengan empat strategi yang salah satunya adalah peningkatan penerapan pengaturan penggunaan kendaraan pribadi pada waktu dan lokasi tertentu (zona emisi, car free day) dengan program meliputi:
1). Pembatasan usia kendaraan, 2). Pengendalian kepemilikan kendaraan pribadi, dan 3). Penyelenggaraan hari bebas kendaraan/car free day.
Implementasi strategi ini dalam rentang 2018 hingga 2029, sedangkan penanggung jawab setiap strategi berbeda-beda. Untuk pembatasan usia kendaraan angkutan umum, khususnya penyusunan regulasi pembatasan usia kendaraan penanggung jawabnya adalah kemenhub. Begitu juga dengan penyusunan SOP/mekanisme tata cara penerapan usia pembatasan kendaraan. Sedangkan untuk penerapan pembatasan usia kendaraan di Jabodetabek penangungjawabnya adalah pemerintah daerah (pemda).
Kemudian, untuk pengendalian kepemilikan kendaraan pribadi (car ownership, penyusunan regulasinya menjadi tanggung jawab kemenhub dan Kepolisian RI. Untuk penyusunan SOP/mekanisme tata cara penerapan pengendalian kepemilikan kendaraan (kemenhub dan pemda). Lalu, penerapan pengendalian kepemilikan kendaraan di Jabodetabek (pemda).
Untuk strategi penyelenggaraan hari bebas kendaraan diterapkan di seluruh Jabodetabek dengan penanggung jawab adalah pemda. (edo rusyanto)
Saya pernah baca ada suatu kota di Spanyol yang memberikan insentif berupa tiket gratis transportasi umum seumur hidup bagi warga yang punya mobil pribadi dan mau menggadaikan mobilnya itu ke pemerintah. Menurut Anda sendiri bagaimana?