Lanjut ke konten

Di Balik Lokasi Rawan Kecelakaan Jakarta

30 Juli 2012

TAHUN 2011, saya pernah menulis soal 85 lokasi rawan kecelakaan di wilayah Polda Metro Jaya. Kini, memasuki Juli 2012, ternyata lokasi rawan kecelakaan bertambah dua titik, menjadi 87 lokasi. Prihatin.
Dua titik yang belum muncul pada 2011 adalah di kawaan Bandara Internasional Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Persisnya, seperti dipublikasikan Polda Metro Jaya, Minggu (29/7/2012), Jalan P1 dan Jalan P2. Jakarta dan sekitarnya kian rawan kecelakaan?
Data kepolisian memperlihatkan, setiap hari ada sekitar 22 kasus kecelakaan di Jakarta dan sekitarnya, minus Bogor. Mau tahu korban jiwanya? Rata-rata tiap hari tiga orang tewas akibat kecelakaan. Sedangkan korban luka-luka yang bergelimpangan setiap harinya sebanyak 25 orang. Data-data itu untuk kejadian tahun 2011. Bagaimana dengan tahun 2012?
Kepala Bagian Pembinaan dan Operasional Ditlantas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Budiyanto, seperti dikutip Kompas.com, mengatakan, ada 4.094 kecelakaan. Akibat tragedy itu, sebanyak 5.054 orang menjadi korban, 489 orang di antaranya meninggal dunia.
Artinya, pada semester pertama 2012, rata-rata korban tewas setiap harinya tiga orang, 25 korban luka-luka, dan ada 22 kasus kecelakaan setiap hari. Duka anak negeri.
Kembali soal lokasi-lokasi rawan kecelakaan di wilayah Polda Metro Jaya, tentu saja kita bertanya-tanya, kenapa di daerah tersebut menjadi rawan? Saya belum dapat penjelasan resmi soal itu. Tapi, sekadar menduga-duga, ini dia perkiraan di balik kerawanan kecelakaan.

Pertama, tingginya arus kendaraan dan barang. Simpul-simpul rawan seperti di Jl Raya Bogor, Tol Jagorawi, Jl Raya Kalimalang, Jl Raya Lenteng Agung, Jl Raya Bekasi, dan Jl Daan Mogot, merupakan akses para urban masuk ke jantung Jakarta. Mereka berdatangan dari Bekasi, Depok, Bogor, dan Tangerang. Praktis pada pagi dan sore menjelang malam hari bakal dipadati kendaraan. Tingginya jumlah kendaraan membuka celah terjadinya insiden kecelakaan.
Di wilayah Polda Metro Jaya pada 2011 tercatat sekitar 12 juta kendaraan, terdiri atas sepeda motor dan mobil. Ya. Sepeda motor masih mayoritas, sedikitnya ada 9,5 juta unit. Sebaliknya, kendaraan angkutan umum jumlahnya lebih sedikit. Kendaraan pribadi menjadi primadona mengangkut pergerakan orang di Jakarta yang mencapai sekitar 40 juta pergerakan per hari.

Kedua, faktor pengendara. Mayoritas pemicu kecelakaan di wilayah Polda Metro Jaya adalah perilaku para pengemudi kendaraan. Lebih dari 80% adalah faktor manusia. Selebihnya faktor jalan, kendaraan, dan alam. Khusus faktor manusia, harus menjadi perhatian kita semua. Tingginya pergerakan kendaraan pada pagi dan sore menjelang malam hari, membuka peluang kecelakaan. Pagi hari, ketika orang tergesa-gesa menuju tempat kerja atau tempat tujuan lainnya, konsentrasi menjadi berkurang. Sebaliknya, keletihan atau ketergesaan menuju rumah pada sore dan menjelang malam, juga mengusik konsentrasi berkendara.
Belum lagi faktor stress akibat kemacetan lalu lintas jalan yang menggila dan segudang problem hidup lainnya. Kesemua itu bisa menganggung konsentrasi berkendara. Padahal, kita tahu, konsentrasi merupakan kata kunci dalam menutup celah terjadinya kecelakaan.
Di sisi lain, ketertiban dan kedisiplinan para pengguna jalan juga menjadi kunci pembuka terjadinya kecelakaan. Pak Polisi selalu bilang, kecelakaan kerap kali diawali oleh pelanggaran aturan di jalan. Nah loh.

Ketiga, penegakan hukum. Seperti disinggung diatas, pelanggaran bisa membuka celah kecelakaan, semestinya para penegak hukum juga bersikap tegas dan konsisten. Masyarakat pengguna jalan juga perlu meningkatkan kedisiplinan, tapi ketegasan aparat penegak hukum menjadi kunci penting. Masyarakat rindu pada petugas yang tegas, konsisten, kredibel, dan transparan. Untuk kita semua, untuk hidup yang lebih baik di esok hari.

Keempat, faktor jalan dan prasarana jalan. Simpul-simpul di jalan perbatasan antara DKI Jakarta dan kota satelitnya, perlu mendapat perhatian khusus. Infrastruktur jalan dan kelengkapannya, seperti lampu penerangan, rambu dan marka jalan, harus dibenahi. Sudah menjadi rahasia umum, kondisi jalan di pinggiran lebih tak terurus dibandingkan dengan kondisi jalan di jantung kota. Tak heran, jika kelaikan jalan dan prasarana jalan kurang memadai bisa memicu kecelakaan lalu lintas jalan.

Kita semua tentu tak ingin duka anak negeri terus terjadi. Korban-korban bergelimpangan. Kecelakaan harus dicegah, fatalitas harus ditekan. Secara umum tiga faktor penting yang digaungkan Road Safety Association (RSA) bisa dipraktikan untuk mencegah fatalitas. Menaati aturan yang ada. Menghargai peraturan yang sudah dibuat demi keselamatan bersama. Lalu, berperilaku yang aman dan selamat dengan sudi berbagi ruas jalan dan meredam emosi. Terakhir, berketerampilan yang mumpuni dalam mengemudikan kendaraan. Mari kurangi kecelakaan, pasti bisa. (edo rusyanto)

9 Komentar leave one →
  1. 30 Juli 2012 01:03

    Pondium dulu baru baca

  2. 30 Juli 2012 09:16

    Kalau menurut ane yang terpenting dari semuanya adalah dari kita sendiri, kita harus tetap safety riding, mentaati peraturan lalu lintas, dan berdisiplin dalam berkendara. setuju…???

  3. 30 Juli 2012 11:40

    smoga msh ad harapan..

  4. 30 Juli 2012 13:35

    ya benar sekali keamanan pada diri sendirilah yang apling utamanya,, 🙂

  5. 31 Juli 2012 12:42

    waspada harus terus dijaga… terus perbanyak baca sholawat kalo mau bepergian buat muslim… itu aja sih…

Trackbacks

  1. Mayoritas Senjata yang Disita karena Izinnya Habis | AIRSOFTGUN
  2. 4.000 Motor Lebih Ganti Oli Gratis, Bukukan Rekor MURI | ambangbatas

Tinggalkan komentar