Ini Dia Otot Honda Absolute Revo

Honda Absolute Revo SW. (dok ahm)

 

 

HONDA Absolute Revo masih merajai penjualan sepeda motor bebek di Indonesia. Pada Februari 2011, pangsa pasar motor ini mencapai sekitar 24,78% dari total penjualan motor bebek. Bulan itu, total penjualan motor bebek di pasar domestik sekitar 274 ribuan unit.

Tahukah Anda bahwa kekuatan motor yang iklannya dibintangi kelompok band Nidji itu, ada divarian mana? Yuk kita teropong sedikit dari data versi Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (Aisi).

Sejak diluncurkan 30 Januari 2009, motor bermesin 110cc tersebut merangsek pasar dengan tiga varian yakni Absolute Revo tipe pelek jari-jari (spoke wheel/SW), tipe pelek racing (casting wheel/CW), dan tipe pelek racing deluxe (deluxe CW).

Sudah barang tentu, harga yang dibanderol untuk ketiganya berbeda-beda. Pada Maret 2011, harga yang dipasang untuk ketiga varian itu, masing-masing per unit Rp 11,865 juta, Rp 13,215 juta, dan Rp 13,815 juta.

Nah, sejak tahun 2009 hingga Februari 2011 pula, ternyata otot Absolute Revo ada di tipe SW, alias si jari-jari. Kenapa? Sederhana saja jawabannya. Faktor harga. Untuk motor bebek level bawah, konsumen sangat elastis terhadap harga. Praktis, selisih harga yang mencapai sekitar Rp 1,350 juta bakal calon konsumen berpikir ulang. Ya sudah, tipe SW lah yang dipilih.

 

Relatif Stabil

Volume penjualan tiga varian Absolute Revo tergolong stabil sepanjang tiga tahun terakhir. Motor yang pada Februari 2011 berkontribusi sekitar 47% terhadap total volume penjualan motor bebek PT Astra Honda Motor (AHM) itu, mencatat rata-rata penjualan sekitar 68 ribuan unit dalam dua bulan pertama 2011.

Pada tahun pertama masuk ke pasar, rata-rata penjualan Absolute Revo sekitar 72 ribuan unit dan meningkat pada 2010 menjadi sekitar 74 ribuan unit per bulan.

Dari ketiga varian Absolute Revo, fluktuasi terjadi di varian SW. Ketika tahun 2009 mampu terjual rata-rata per bulan sekitar 45 ribuan unit dan melejit menjadi sekitar 50 ribuan unit pada 2010,  justeru menurun menjadi rata-rata sekitar 45 ribuan unit pada dua bulan 2011.

Sementara itu, varian CW menempel di posisi kedua. Varian CW berkontribusi kedua terbesar. Sedangkan varian deluxe masih belum mampu mengimbangi dua varian lainnya. Mungkin karena faktor harga yang terlalu tinggi di segmen entry level.

Perjalanan 2011 memang masih panjang. Ada sekitar 10 bulan lagi. Fluktuasi pasti terjadi karena berbagai aspek, mulai dari daya beli hingga pencitraan produk. Nah, yang ini faktor yang sulit diterka. Walau, untuk entry level elastisitasnya tinggi terhadap harga, faktor citra pasti berpengaruh.

Para pabrikan rasanya berbondong-bondong membidik entry level yang sudah terbukti menjadi pilihan mayoritas konsumen di Indonesia. Siapa mampu menjaga citra, bisa memperbaiki volume penjualan. Kalau sudah begini, rasionalitas dalam pembelian sepeda motor menjadi abu-abu? (edo rusyanto)

Iklan