Lanjut ke konten

Mencetak Role Model Keselamatan Jalan

24 Desember 2017


ANAK-ANAK muda itu duduk di sudut kedai kopi. Di langit, bulan mengintip malu-malu.

Saya duduk diantara mereka. Sesekali menyeruput kopi yang kehangatannya kian berkurang seiring bergulirnya malam.

Obrolan kami malam itu terasa sedikit berat. Maklum, yang dikulik soal apa yang bisa dilakukan untuk menyebarkan virus kesadaran berlalu lintas jalan yang aman dan selamat. Serta, bagaimana cara mengukur keberhasilan kampanye itu. Waduh.

“Tujuan kita agar masyarakat lebih aman dan selamat waktu naik motor di jalan raya,” sergah Randy, anak muda yang tinggal di Bekasi, saat berbincang dengan saya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dia menceritakan apa yang sudah dilakukan. Tentu tidak sendiri. “Bersama teman-teman, kami bikin aksi di trotoar. Mengajak yang naik motor tidak naik trotoar,” sergahnya.

Persis tengah malam kami bubar. Masing-masing membawa pesan bahwa mengajak berlalu lintas jalan yang aman dan selamat bukan perkara sepele. Walau, para pelanggar aturan di jalan kerap menganggap apa yang dilakukannya merupakan hal sepele. Miris.

Pengubahan Pemahaman

Gedung perkantoran tinggi nan megah di kawasan pusat bisnis Jakarta Timur itu terasa sunyi saat akhir pekan. Maklum, aktifitas kantor libur saat hari Minggu.

Hanya beberapa petugas satuan pengamanan (satpam) yang terlihat. Tugas mereka tentu saja tak pernah libur. Memastikan gedung dalam kondisi selalu aman.

Saya menjejakkan kaki saat jarum jam belum lagi menunjukkan angka pukul 09.00 Wib. Pagi itu, Minggu, 10 Desember 2017 adalah fase penjurian 10 finalis Safety Campaign Award (SCA) 2017. Mereka adalah kelompok pesepeda motor yang lolos penjaringan sekaligus telah mengimplementasikan program yang diajukan dalam SCA kali.

Mereka yang ikut penjurian mencakup NMAX Rider Bekasi, VRCI Bekasi, Komunitas Suzuki Thunder (Koster) Indonesia, YMCI Tangerang, dan Prides. Lalu, HSFCI Bekasi, Stir, Tric, Skills Jakarta, dan SSFC Depok.

“Kami mengambil topik utama soal kecepatan maksimal (speeding) dan tema penunjang soal layanan darurat 119,” kata Mario, ketua Skills Jakarta saat presentasi.

Para juri, termasuk saya, menggali lebih dalam soal apa dan bagaimana implementasi kedua konsep tadi. Tentu saja berakar pada bagaimana program itu dapat berimbas pada target. Serta bagaimana metode pengukurannya.

“Kami menggunakan lembar pertanyaan pre and post test untuk mengukur hasil diskusi,” kata Ernest, peserta dari Tric Jakarta.

Lembar tadi setidaknya menjadi instrumen untuk pengumbahan pemahaman. Maksudnya. Mengukur sejauh mana hasil edukasi saat sosialisasi dilakukan. Pemahaman peserta diukur dari lembar pertanyaan yang diberikan saat diskusi belum dimulai. Lalu, pertanyaan yang sama diberikan saat diskusi selesai. Nilai rata-rata dari kedua pertanyaan tadi dibandingkan, sejauh mana trennya. Naik atau turun. Seyogyanya, ketika terjadi peningkatan nilai, dianggap terjadi pengubahan pemahaman yang lebih baik atas materi yang diberikan.

Kata kunci dari metode ini adalah materi yang dipaparkan tersirat di dalam lembar pertanyaan.
Di sisi lain, SCA 2017 juga mengukur pengubahan perilaku. Tentu saja indikator untuk yang satu ini lebih kompleks. Namun, secara sederhana bisa diukur dengan misalnya, semula melanggar aturan ada sepuluh, saat diberi sosialisasi jumlah pelanggar menurun menjadi delapan. Artinya, terjadi perubahan perilaku yang melanggar sekitar 20%.

“Dari hasil sosialisasi kami, terjadi penurunan siswa di bawah umur yang membawa sepeda motor ke sekolah. Semula, ada 160 siswa, setelah sosialisasi menjadi 144 siswa ada penurunan 30%,” ujar Choirul dari Stir.

Role Model

SCA 2017 adalah kali keempat sejak program itu digulirkan pada 2014. Inilah gerakan moral yang diinisiasi oleh elemen masyarakat dan Adira Insurance, Jakarta. Pesertanya adalah kalangan kelompok pengguna sepeda motor yang berada di wilayah hukum Polda Metro Jaya, yaitu Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek).

Untuk tahun 2017, dari 80-an yang mendaftar, tersaring 10 finalis. Mereka melakukan sosialisasi atau edukasi dan sejumlah aksi turun ke jalan. Substansinya, selain edukasi di jalan, juga melakukan advokasi, terutama atas hak-hak pengguna jalan agar tidak dianeksasi oleh pengguna jalan yang lainnya. “Kegiatan yang kami usung kali ini merupakan empowering community (mendayagunakan potensi teman-teman) selain kampanye keselamatan jalan,” ujar Aan, dari Prides.

Setelah melewati sejumlah aktifitas, 10 finalis SCA 2017 mesti melewati tahap akhir, yakni penjurian. Usai penjurian, dipilihlah tiga komunitas penerima anugerah dan satu penerima penghargaan khusus, Best Innovation Campaign.

Ketiga penerima anugerah SCA 2017 adalah NMAX Riders Bekasi, Skills Jakarta, dan Tric. Masing-masing mendapat uang penghargaan sebesar Rp 14 juta, Rp 12 juta, dan Rp 9 juta. Sedangkan penerima penghargaan inovasi kampanye terbaik, SSFC Depok mendapat Rp 2 juta.

“Kami berharap para finalis SCA mampu menjadi role model (panutan) bagi berbagai komunitas atau klub motor yang tersebar di seluruh Indonesia untuk terus menyebarluaskan kampanye keselamatan jalan sehingga mampu terwujud zero accident di Indonesia,” kata Hananta Praditya, direktur Adira Insurance, saat memberi sambutan dalam anugerah Finalis SCA 2017, di restoran The Hook, Jakarta Selatan, Sabtu, 16 Desember 2017 sore.

Kampanye ajakan berlalu lintas jalan yang aman dan selamat (road safety) menjadi penting saat ini. Maklum, Indonesia masih mencatat 280-an kecelakaan setiap hari pada 2016. Buntut dari kecelakaan tersebut setiap hari 70-an jiwa melayang sia-sia di jalan raya.

Terus bergerak. Jangan lelah tebar kebaikan! (edo rusyanto)

foto:
dokumen pribadi
zonabikers.com
tric

No comments yet

Tinggalkan komentar