Gagal Toleran di Jalan
BANYAK yang bisa berkendara, tapi belum tentu bisa berlalu lintas jalan yang baik dan benar. Berkendara yang baik artinya sesuai dengan etika yang ada, sedangkan berkendara yang benar artinya sejalan dengan peraturan
Sekadar contoh. Seseorang bisa mengendarai sepeda motor, namun ketika berlalu lintas jalan seenaknya melintas di trotoar jalan.
Jelas-jelas bahwa trotoar adalah untuk pedestrian. Hak pedestrian dilindungi Undang Undang (UU) No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) serta perangkat turunannya hingga peraturan daerah (perda).
Pembenaran untuk melintas di trotoar biasanya bermuara pada, pertama, lalu lintas jalan macet total. Kedua, hendak buru-buru. Ketiga, urusan pencernaan alias urusan perut.
Idealnya para pengguna jalan, entah itu pejalan kaki, pesepeda motor ataupun pengendara mobil, sudi toleran. Saling menghargai hak dan kewajiban masing-masing. Maklum, setiap pengguna jalan ada porsinya. Ketika toleransi runtuh yang tersisa adalah ego masing-masing. Saat ego berlindung diantara pembenaran-pembenaran tadi kita menjadi kelompok yang permisif.
Indahnya toleransi membuat lalu lintas jalan menjadi aman, nyaman, dan selamat. Itulah nafas dari regulasi. Aturan dibuat untuk menjamin keselamatan para pengguna jalan. Ketika aturan dilanggar, petaka sudah di depan mata.
Saat gagal toleran di jalan mencerminkan bahwa kita belum sepenuhnya mengusung keadaban kita sebagai manusia. Esensi keadaban kita adalah menggunakan akal sehat dan nurani. Bisa jadi, gagal toleran karena kita lupa menggunakan akal sehat dan nurani. (edo rusyanto)