Lanjut ke konten

Angkot Masih Jadi Andalan di Jakarta

28 Februari 2017

angkot-turunkan-penumpang
KALAU mau jujur, Kota Jakarta masih mengandalkan angkutan kota alias angkot untuk mobilitas warganya. Sudah barang tentu kota-kota lain yang ada di sekitar Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek).

Pergerakan warga dari rumah ke tempat bekerja, atau dari rumah ke tempat belajar seperti sekolah dan kampus, terbantu oleh kehadiran angkot. Dengan tarifnya yang tergolong ramah, yakni berkisar Rp 2.000-5.000 per penumpang, angkot pun mewarnai keseharian warga kota. Betul bahwa tarif angkot amat lentur, tergantung jarak tempuh.

Soal tarif, angkot bahkan ikut mensubsidi para pelajar. Misal, jika warga biasa dikenai tarif Rp 3.500, para pelajar dipungut Rp 2.000-2.500. Artinya, para pengusaha dan pengemudi angkot ikut berperan mensubsidi transportasi warga.

Saat ini, mekanisme angkot diserahkan kepada swasta. Tak heran jika banyak di lingkungan masyarakat ada para juragan-juragan angkot. Mayoritas pengemudi bekerja dengan sistem setoran. Kehadiran pemerintah ketika mengintervensi rute dan standard-standard layanan. Misal, soal pengecekan kelayakan armada.

Ada sisi kelemahan ketika sistem setoran bergulir. Para pengemudi bekerja pontang panting mengejar setoran. Pada praktiknya tak jarang mengabaikan keselamatan berlalu lintas jalan. Contohnya, menaikkan dan menurunkan penumpang bukan pada tempatnya. Saling kejar-kejaran merebut penumpang. Bahkan, ada yang berputar balik sebelum sampai ke terminal tujuan.

Khusus untuk menaikkan dan menurunkan penumpang di tempat yang tidak semestinya amat berisiko memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan. Walau, andil para penumpang juga ada. Penumpang juga mesti diedukasi agar tidak menyetop angkot di sembarang tempat. Termasuk, ketika minta berhenti atau diturunkan setidaknya tidak mendadak sehingga sang sopir kesulitan memilih tempat berhenti.

Khusus untuk menaikkan dan menurunkan penumpang di tempat yang tidak semestinya amat berisiko memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan.

Kini angkot berhadapan dengan ojek sepeda motor berbasis aplikasi yang meruyak setahun belakangan. Begitu juga tentunya dengan kepemilikan sepeda motor yang kian massif. Ada yang memilih kredit sepeda motor ketimbang naik angkot. Alasannya, sepeda motor lebih mangkus dan sangkil.

Di tengah itu semua, setidaknya sampai tahun 2017 ini saya melihat angkot masih menjadi andalan. Terutama warga kota Jakarta di pinggiran. Aktifitas sehari-hari amat terbantu oleh angkutan umum yang satu ini. Setuju? (edo rusyanto)

One Comment leave one →
  1. 2 Maret 2017 08:27

    Setuju pak.
    Tidak semua masyarakat kita bisa mengendarai atau membeli sepeda motor, atau punya akses kepada transportasi online, disinilah angkot masih jadi solusi.
    Pelajar, sebagian ibu-ibu atau manula hampir dipastikan butuh angkot.

    Saya merasa pemerintah (tingkat propinsi atau kota/kabupaten) harus intervensi langsung kedalam penataan angkot sbg wujud tanggung jawab mereka dalam layanan publik, karena kalau masih dilepas dg pola operasi yg seperti sekarang makin sulit berharap ada peningkatan mutu layanan angkot.

    Busway, commuter line, juga MRT/LRT nanti sebenarnya juga sangat mebutuhkan integrasi dari angkot ini.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: