Lanjut ke konten

Berdebar di Dalam Angkot yang Melawan Arah

30 Oktober 2016

angkot-dan-sopir1

SIANG merangkak menuju petang. Arus lalu lintas kendaraan padat merayap. Bejibun kendaraan bermotor tumpah ruah. Mulai dari kendaraan pribadi, baik sepeda motor maupun mobil hingga angkutan umum dan barang.

Kami berada di dalam angkutan kota (angkot) berwarna merah. Di dalam angkot semua kursi terisi, termasuk di bagian depan disamping pengemudi. Angkot yang kami tumpangi pun akhirnya terjebak dalam antrean panjang kendaraan.

Bagi warga Jakarta antrean kendaraan sebetulnya lumrah. Maklum, belasan juta kendaraan bermotor tercatat di kota yang berusia 488 tahun itu. Mayoritas kendaraan itu adalah milik pribadi, entah itu sepeda motor maupun mobil. Namun, sepeda motor masih mendominasi lebih dari separuhnya.

Angkot menjadi salah satu pilihan bagi warga untuk berwira-wiri. Sekalipun jumlahnya tak sebanyak kendaraan pribadi, kehadiran angkot masih dinanti.

Kembali ke situasi siang itu. Para penumpang yang ada di dalam angkot, termasuk saya, sempat dibuat terperangah. Tiba-tiba sang pengemudi masuk ke jalur berlawanan. Bak pebalap dia meliuk. Ketika dari arah berlawanan muncul kendaraan lain, sang sopir angkot memasukan mobilnya ke bahu jalan di sisi kanan. Formasinya menjadi tiga lajur. Lajur pertama dari arah barat dan lajur kanan dari arah timur. Posisi angkot kami di bahu kanan lajur kanan. Dahsyat.

“Kalau nggak begini nggak sampe-sampe,” sergah sang sopir angkot, ketika kami mempertanyakan kenapa melawan arah.

Sekalipun tak berlangsung lama, adegan melawan tadi cukup mendebarkan. Entah karena gerutuan penumpang atau karena sang sopir sadar kelakuannya keliru, angkot pun akhirnya kembali ke jalur yang semestinya. Antre.

Posisi penumpang angkot kerap kali lemah. Tanpa minta persetujuan penumpang, sang pengemudi bisa seenaknya menurunkan atau menaikkan penumpang di area yang berisiko, misalnya, di badan jalan. Bahkan, pada situasi tertentu penumpang angkot dipindah ke angkot lain karena sang pengemudi ingin putar balik.

Barangkali karena sistem setoran yang membuat para pengemudi harus ekstra keras. Mereka harus bekerja memacu kendaraan untuk mengumpulkan setoran yang jumlahnya ratusan ribu dalam seharian kerja. Karena itu, melanggar aturan di jalan pun tak jarang harus ditempuh hanya demi sesuap nasi. Ironis. (edo rusyanto)

foto: ilustrasi angkot jakarta

Iklan
No comments yet

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: