Jalan-jalan Menelusuri Peradaban ke Gunung Padang (bagian kedua)
SITUS Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat menjadi saksi bisu perjalanan peradaban leluhur Indonesia. Situs itu kini bak magnet raksasa bagi para peneliti latar belakang kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia.
Selain penelitian dari kalangan akademisi, penelitian lebih serius oleh tim yang dibentuk pemerintah Indonesia pun digulirkan. Tak heran bila kemudian sejumlah asumsi dan praduga menyebutkan situs itu adalah buatan manusia yang pernah hidup di zamannya.
Jangan kaget, hasil penelitian laboratorium Beta Analytic Miami, Florida, Amerika Serikat tahun 2013 menyatakan, usia batu di kedalaman 5-12 meter Situs itu berkisar 14.500-25.000 sebelum masehi (SM). Artinya, usia Situs jauh lebih tua dibandingkan dengan Piramida Giza, Mesir. Siapakah yang membangun bangunan di desa Gunung Padang itu?
Purba Widya menulis, kuat dugaan, punden berundak Gunung Padang yang terdiri atas ribuan balok batu andesit pada masa lalu tidak mungkin akan terwujud tanpa ssatu sistem sosial yang mapan yang dipimpin oleh tokoh karismatik yang memiliki hubungan erat dengan masyarakat. Di samping itu, tentunya hal ini didukung oleh aspek gotong royong yang mampu menghimpun kekuatan masyarakat untuk mewujudkan punden berundak itu.
“Saat ini, pada waktu-waktu tertentu digelar aktifitas ritual dari berbagai kepercayaan dan agama di kawasan punden berundak Gunung Padang,” papar Zaenal.
Homestay
Di kawasan Situs Gunung Padang juga terdapat obyek wisata lainnya. Dua di antaranya adalah air terjun Cikondang dan terowongan kereta api Lampegan yang dibangun saat zaman kolonial Belanda, 1879-1882. Lokasi air terjun sekitar tiga kilometer dari Situs.
Kawasan wisata Situs megalitik Gunung Padang memang belum diramaikan oleh penginapan hotel berbintang. Bagi wisatawan yang ingin menikmati layanan penginapan berbintang bisa memilih di dekat Cipanas yang waktu tempuhnya bisa sekitar satu jam.
“Pada hari Sabtu atau Minggu para wisatawan yang datang ke Gunung Padang bisa mencapai 700-800 orang,” kata Cecep Sobandi, salah seorang tokoh pemuda di Gunung Padang.
Namun, bagi wisatawan yang hendak bermalam di sekitar areal Situs, tersedia sejumlah penginapan rumah penduduk (homestay). Letak penginapan berkisar 100-300 meter ke pintu masuk Situs. Wisatawan cukup berjalan kaki sambil menghirup udara segar.
Homestay yang tersedia cukup bersih dengan tarif berkisar Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu per malam. Kapasitas rumah yang disewakan juga bervariasi, ada yang menyediakan dua kamar tidur dan ada yang satu kamar tidur. Uniknya, mayoritas bangunan homestay masih semi permanen dengan dominan terbuat dari kayu.
Di sekitar homestay juga terdapat sejumlah kedai makan dan minum yang bisa menjadi pilihan untuk melepas dahaga. Sejumlah warung itu juga menjual kerajinan penduduk seperti gula aren yang dibungkus dengan dedaunan kelapa.
“Harganya Rp 20 ribu berisi empat keping gula aren,” ujar seorang ibu penjual, baru-baru ini.
Menurut Cecep Sobandi, saat ini dikembangkan kemasan gula aren yang lebih rapih. Bahan kemasan berupa anyaman dari kulit bambu seperti besek kalau orang Betawi menyebutnya.
“Kami juga ingin mengembangkan hasil pertanian lainnya sebagai penggerak ekonomi penduduk setempat,” kata dia.
Mau coba ke Gunung Padang? (edo rusyanto)