Pelopor Apa Sih Kak?
PELOPOR menjadi kata yang sering didengungkan belakangan ini. Kata itu dipopulerkan oleh Korlantas Polri. Selengkapnya, "Jadilah Pelopor Keselamatan Berlalulintas dan Budayakan Keselamatan Sebagai Kebutuhan".
Saat saya membaca tulisan itu di tiang jembatan layang Pancoran, Jakarta Selatan, seorang bocah nyeletuk kepada bocah lainnya. "Pelopor artinya apa sih Kak?"
Saya tak mendengar dengan jelas apa jawaban dari bocah yang ditanya. Mereka terus berlalu ditelan gelombang arus kendaraan. Setahu saya kata ‘pelopor’ bermakna ‘perintis jalan’, ‘pembuka jalan’, atau ‘pionir’. Nah, hal itu bermakna menjadi ‘orang yang terdahulu di depan’. Orang-orang yang memang siap untuk menjadi panutan atau teladan.
Dalam konteks keselamatan berlalu lintas, kita memang butuh figur teladan yang dirasa minim. Lalu lintas jalan yang kita lihat, terutama di kota-kota besar, sarat dengan karut marut. Rata-rata 300 kecelakaan lalu lintas jalan per hari. Ironisnya, kecelakaan itu membuat 89 orang tewas per hari. Miris.
Nah, di balik itu semua, faktor manusia menjadi unsur pemicu utama terjadinya kecelakaan. Paling banyak dari faktor manusia, seingat saya, faktor kelengahan dan ketidaktertiban berkendara. Ini berkaitan dengan perilaku. Kalau sudah menyinggung soal ini, kita disodori fakta merupakan output dari sistem masyarakat atau suatu negara. Sistem sosial, politik, ekonomi, pendidikan, budaya, hingga hukum kita mencetak orang-orang yang kita lihat di jalan saat ini. Jalan raya menjadi tumpahan dari limbah sistem tadi. Nah, ‘seramkan?’
Lantas, jika kini digaungkan kata ‘pelopor’ untuk keselamatan jalan, muncul pertanyaan sanggupkah sistem yang ada mencetak figur-figur tauladan di jalan? Lantas, siapa yang harus mencetaknya? Bahkan, ada pertanyaan lain, "Bagaimana peran para stakeholder keselamatan jalan?" Nah loh! Rumitkan.
Di tengah itu semua, buat saya, saatnya rakyat memberdayakan dirinya sendiri demi keselamatan jalan. Memperkaya pengetahuan soal keselamatan jalan. Terus meningkatkan keterampilan berkendara dan mau menghargai aturan yang sudah dibuat.
Kelihatannya rumit untuk membangun karakter yang kuat soal perilaku berkendara yang aman dan selamat. Tidak. Maklum, karakter sebenarnya terbentuk oleh tindakan kecil yang dilakukan berulang-ulang. Konsisten. Misalnya saja, menyalakan lampu isyarat saat hendak berbelok. Simpel kan? (edo rusyanto)
Yuk kita semua jadi Pelopor Keselamatan berkendara 😀
http://belitong.wordpress.com/2012/11/23/opini-siapa-yang-berani-duluan-main-sport-retro/
simpel,eyang..
tp sulit tuk diterapkan,kecuali ada kemauan dri diri masing2 individu.
pelopor safety riding dijalan…lanjutkan…
nitip mas,renungan misteri kehidupan
http://temonsoejadi.wordpress.com/2012/11/24/apa-di-balik-kehadiran-bocah-misterius/
suwun..